Inggris, 5 April 2024 – Kemiskinan, Penindasan dan Kekacauan yang terjadi tiada henti di Palestina maupun di berbagai belahan dunia lainnya merupakan salah satu bukti atas krisis kepemimpinan islam (empty of power). Hal ini menjadi sorotan bagi IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) UK sehingga topik ini menjadi tema webinar Dialektika, sebuah diskusi kritis bulanan IAEI UK berjudul “The Ontology of Islamic Leadership”.
Acara yang terselenggara pada hari Jum’at, 5 April 2024 pukul 09.30 BST/ 15.30 WIB ini sukses dihadiri oleh 185 peserta. Webinar via platform zoom ini dibuka dengan sambutan dari Kepala Riset Produktivitas dan Etos Kerja Islam, IAEI UK, Muhammad Kamilludin. “Topik leadership ini sangat kontekstual dalam kehidupan sehari-hari, sebagai seorang muslim, sebaiknya kita tidak hanya menjadi orang yang sholeh untuk diri sendiri tetapi juga bisa berkontribusi untuk menyelesaikan masalah orang lain (muslih) sebagai karakteristik seorang pemimpin” ujar Pak Kamil. Acara Dialketika ini dimoderatori oleh Nita Yalina, mahasiswa S3 University of Leeds dengan pembicara utama ketua IAEI UK, Muhamad Rizky Rizaldy yang memiliki fokus riset doktoral di bidang leadership islam.
“Konsep ontologi dalam dunia riset saat ini didominasi oleh pemikiran Eropa (European Centric)”, buka Rizaldy dalam pemaparan awal materinya. “Ontologi yang bermakna asal mula dari suatu kebenaran atau the nature of truth memiliki banyak jenis pendekatan, salah satu yang paling dikenal luas akademisi saat ini oleh positivisme”, ujar dosen Gunadharma ini. “Dalam positivisme, suatu kebenaran dinilai tunggal, sedangkan dalam islam, kebenaran itu tidak bersifat mutlak”, jelas Rizaldy.
“Sebagai ilmuan muslim, kita seharusnya bisa mendisprupsi ontology yang berkiblat ke barat ini dengan pemikiran islam sehingga ontology dalam kepemimpinan Islam pun bisa selaras dengan ajaran Islam saat memegang kekuasaan”, ujar Rizaldy. “Salah satu konsep kepemimpinan islam mengajarkan bahwa kekuasaan itu diberikan bukan diminta sehingga orientasi kepemimpinan dalam perspektif Islam menjadikan seorang muslim tidak mengejar kekuasaan yang berpotensi untuk menggunakan cara-cara yang salah demi mendapatkan kekuasaan itu karena menjadikannya sebuah tujuan”, lanjut Rizaldy.
Diskusi ini lalu ditanggapi oleh penanggap utama dari IAEI UK yang mengkritisi,”di satu sisi, adakalanya seorang muslim diharuskan mengejar kekuasaan agar kekuasaan ini tidak jatuh ke tangan orang zalim sesuai konteks yang dibutuhkan” tegas Muhammad Kamilludin. Tanggapan kedua dilanjutkan oleh Dian Nuriya Solissa, mahasiswa doctoral Coventry University yang menyoroti Science dan Agama yang sangat terintegrasi dalam islam namun saat ini mengalami pergesaran.
Dialektika ontologi kepemimpinan islam ini kemudian ditutup dengan penguatan kembali akan karakter yang bisa meneladankan kepemimpinan islam di masa Rasulullah diantaranya yakni tauhid (akidah yang benar& lurus), al birr (pemimpin bertugas melayani), amanah/bertanggungjawab, Nadzrah (memilki visi), adl (adil), itqon (kepakaran), mujahadah (bersungguh-sungguh), syura (musyawarah), dan ukhuwah (persaudaraan) sebagai penutup pemaparan oleh Muhamad Rizky Rizaldy di akhir penyampaian materinya.